Berdasarkan jawaban pada tuisan "Pengertian ASWAJA" bahwa
manhaj (pola pemikiran) Aswaja dalam bidang aqidah didasarkan pada
konsep Asy’ariyah dan Maturidiyah. Siapakah sejatinya Imam Asy’ari dan
Imam Maturidi?
Biografi Abu al-Hasan al-Asy’ari
Nama lengkap Imam Asy’ari adalah Abu
al-Hasan Ali bin Ismail bin Abi Bisyr Ishaq bin Salim bin Ismail bin
Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Musa Abdullah bin
Qais al- Asy’ari. Nama al-Asy’ari merupakan nisbat terhadap Asy’ar, nama
laki-laki dari suku Qahthan yang kemudian menjadi nama suku di Yaman.
Dari Suku Asy’ar ini, lahir sahabat terkemuka dan dikenal sangat alim,
sehingga termasuk salah satu fuqaha’ di kalangan sahabat Nabi SAW, yaitu
Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari, yang dilahirkan pada 22 tahun
sebelum Hijriyah, dan wafat pada tahun 44 Hijriyah/665 Masehi.[1]
Al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari lahir di
kota Bashrah pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/936 M.
Beliau besar di lingkungan keluarga yang mengikuti faham Ahlussunnah
waljama’ah. Ayahnya, Ismail seorang ulama ahli hadist yang menganut
faham Ahlussunnah Waljama’ah. Hal itu terbukti, bahwa ketika Ismail
menjelang wafat, dia berwasiat agar al-Asy’ari diasuh oleh al-Imam
al-Hafizh Zakariya al-Saji, pakar hadist dan fiqih madzhab Syafi’I yang
sangat popular di kota Bashrah.[2]
Pada masa kecilnya, al-Asy’ari selain berguru kepada al-Saji, dia juga
menimba ilmu dari ulama’-ulama’ ahli hadist yang lain, seperti
Abdurrohman bin Khalaf al-Dhabbi, Sahal bin Nuh al-Bashri, Muhammad bin
Ya’qub al-Maqburi dan lain-lain. Sehingga hal tersebut mengantarkan
al-Asyari menjadi ulama yang menguasai hadist, tafsir, fiqih, ushul
fiqih dan lain-lain.[3]
Setelah ayahnya meninggal dunia, ibu
beliau menikah lagi dengan salah seorang tokoh Mu’tazilah yang bernama
Abu al-Jubba’I ‘(w. 304 H/916 M). Awalnya Imam al-Asy’ari sangat tekun
mempelajari aliran Mu’tazilah. Namun setelah beliau mendalami ajaran
Mu’tazilah, terungkaplah bahwa ada banyak celah dan kelemahan yang
terdapat dalam aliran tersebut. Beliau menganut paham Mu’tazilah hingga
berusia 40 tahun. Karena itu beliau meninggalkan ajarna Mu’tazilah, dan
kembali kepada ajaran Islam yang murni, sesuai dengan tuntunan Rasul SAW
dan teladan para sahabatnya.
Kitab-kitab karya beliau yang diantaranya sampai kepada kita ialah :
- Al-‘Amad fi al-Ru’yah
- Risalah Istihsan al-Khaudh fi ‘Ilm al-Kalam
- Al-Luma’ fi al-Radd’ala Ahl al-Zaigh wa al-Bida’
- Maqalat al-Islamiyyah wa Ikhtilaf al-Mushallin
- Tafsir al-Qur’an
- Risalah al-Iman
- Risalah Ahl al-Tsaghar
- Al-Ibanah ‘an Ushul al-Diniyyah
- Mujarrad Maqalat al-Imam al-Asy’ari[4]
Adapun Madzhab al-Asya’ari
merupakan aliran teologis terbesar yang berkembang dan diikuti oleh
mayoritas masyarakat dari dulu hingga sekarang. Hal itu juga tak
terlepas dari peran-peran ulama’ madzhab al-Asy’ari yang gigih
memperjuangkan madzhab beliau. Diantara tokoh-tokoh penting yang
memiliki peranan besar dalam penyebaran dan sosialisasi madzhab
al-Asy’ari.
- Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani (338-403 H/950-1013 M)
- Abu Bakar bin Furak (w. 406 H/1015 M)
- Abu Ishaq al-Asfarayini (w. 418/1027 M)
- Abu Manshur al-Baghdadi (w. 429/1037 M)
- Abu al-Qasim al-Qusyairi (376-465 H/986-1072 M)
- Imam al-Haramain al-Juwaini (419-478 H/1028-1085 M)
- Hujjatul Islam al-Ghazali (450-504/1058-1111 M)
- Abu al-Fath al-Syahrastani (479-548 H/1086-1152 M)
- Fakhruddin al-Razi (544-606/1150-1210 M)
- Saifuddin al-Amidi (551-631 H/1156-1233 M)
- Izzuddin bin Abdissalam (577-660 H/1181-1262 M)
- Taqiyuddin al-Subkhi (687-756 H/1284-1355 M)
- ‘Adhududdin al-Iji (708-756 H/1308-1355 M)
- Muhammad al-Sanusi (832-895 H/1428-1490 M)[5]
Biografi al-Imam Abu Manshur al-Maturidi
Nama lengkapnya Abu Manshur
Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi al-Samarqandi, nisbah
kepada Maturid, nama distrik di Samarkand, negeri yang terletak di
seberabang sungai Amu Dariya (seberang sungai Jihun), daratan
Transoxiana. Tidak ada data sejarah yang menginformasikan tahun
kelahiranya secara pasti. Akan tetapi menurut dugaan kuat, dia
dilahirkan pada masa khalifah al-Mutawakkil (205-247 H/820-861 M),
khalifah ke-10 dari dinasti Abbasiyah. Diperkirakan al-Matiridi lahir
sekitar 20 tahun sebelum lahirnya al-Imam al-Asy’ari. Secara geneologis,
nasab Abu Mansur al-Maturidi masih bersambung dengan sahabat Nabi SAW
dari kaum Anshar, yaitu Abu Ayyub al-Anshari (w. 52 H/672 M).
Al-Maturidi lahir di
lingkungan keluarga ulama yang tidak diragukan lagi kecintaannya pada
ilmu agama. Sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan
intelektual al-Maturidi yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang
mencintai ilmu agama sejak usia dini. Dia mempelajari ilmu agama sejak
usia dini dan agaknya, selain ditopang dengan kecerdasannya yang luar
biasa, al-Maturidi juga seorang pelajar yang tekun dan gigih dalam
menuntut ilmu, sehingga pada akhirnya mengantar reputasi intelektual
al-Maturidi ke puncak kecermerlangan dengan menyandang beberapa gelar
seperti, Imam al-Huda (pemimpin kebenaran), Qudwat al-Sunnah wa al-Ihtida’ (panutan pengikut sunnah dan petunjuk), Rafi’ A’lam al-Sunnah wa al-Jama’ah (pengibar bendera sunnah dan jama’ah), Imam al-Mutakallimin (penghulu para teolog) dan Mushahhih ‘Aqa’id al-Muslimin
(korektor aqidah kaum muslimin). Gelar-gelar tersebut membuktikan
posisi intelektual al-Maturidi yang sangat istimewa dalam pandangan
murid-muridnya.
Karya-karya al-Imam
al-Maturidi telah menulis banyak karangan, yang membuktikan kedalaman,
kesuburan dan ilmu pengetahuannya. Menurut informasi yang ada, terdapat
17 judul karya al-Maturidi. Namun sayang sekali hanya sedikit yang
sampai kepada generasi sekarang, diantaranya adalah :
- Ta’wilat Ahl al-Sunnah
- Ma’khadz al-Syarai’ dan Kitab jadal
- Kitab al-Tauhid
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan beri komentar untuk postingan KMNU UII